Para tentara sekutu berpawai didepan gedung Dok II Port Numbay dan Pengibaran bendera bintang kejora bersampingan dengan bendera belanda (Ist) |
Salam Juang. “ Bukti historis dan kontenporer dari laporan hasil hasil studi tersebut menyatakan pemerintah Indonesia telah menerapkan hukum genoside di West Papua. Dengan tujuan menghancurkan orang orang asli Papua. Kajian kajian ilmiah itu meyakinkan indikasi kuat bahwa pemerintah Indonesia sedang melakukan pemusnahan yang sistematis dan berencana terhadap orang orang Papua Barat melalui penindasan dan tindakan kekerasan. Tindakan genoside tersebut, didasarkan pada pandangan rasisme”. Tulis A.Ibrahim Peyon, Dalam buku “Kolonialisme dan Cahaya Dekolonisasi di Papua Barat” setelah membaca hasil laporan Yale University dan Sydney University tentang pemusnahan etnis (genoside) di Papua.
"Otomatis itu bukan pelanggaran HAM, itulah
penegakan hukum," kata Wakil Presiden Yusuf Kalla. Seperti dilangsir Antaranews.com, Jumat I0/06/20I6.
Jayapura, I8 Juni 20I6
Sebelum pidato Soekarno tentang Trikora, Papua sudah merdeka, membentuk negaranya sendiri tanggal I Desember I96I namun Indonesia mencaplok dan menerapkan Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Negara Papua Barat dihancurkan serta dijadikan sebagai daerah Koloni/Jajahan. Indonesia kemudian berorientasi mendominasi seluruh wilayah Tanah Papua melalui kebijakkan “ Abunawas “ atau tipu tipu yang berlangsung hingga sekarang. Operasi militer menyebabkan pelanggaran berat HAM merata terjadi di seluruh pelosok Tanah Papua. Kejahatan negara Indonesia menjadi memorial passionis dari generasi ke generasi. Pemerintah Indonesia melakukan pemusnahan etnis gerak lambat (slow Motion genoside) in West Papua.
Sebelum pidato Soekarno tentang Trikora, Papua sudah merdeka, membentuk negaranya sendiri tanggal I Desember I96I namun Indonesia mencaplok dan menerapkan Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Negara Papua Barat dihancurkan serta dijadikan sebagai daerah Koloni/Jajahan. Indonesia kemudian berorientasi mendominasi seluruh wilayah Tanah Papua melalui kebijakkan “ Abunawas “ atau tipu tipu yang berlangsung hingga sekarang. Operasi militer menyebabkan pelanggaran berat HAM merata terjadi di seluruh pelosok Tanah Papua. Kejahatan negara Indonesia menjadi memorial passionis dari generasi ke generasi. Pemerintah Indonesia melakukan pemusnahan etnis gerak lambat (slow Motion genoside) in West Papua.
Peristiwa kemanusiaan (violence) akibat dari
berbagai operasi yang diterapkan di Papua ini menjadi ingatan penderitaan
kolektif bagi bangsa Papua. Istilah Memorial Passionis merupakan pengalaman
masa lalu dan kenangan akan trauma akibat kekerasan terbuka dan marjinalisasi
sosial, ekonomi secara umum.
Berkaitan dengan sejarah bangsa Papua, Prof. JP
Drooglever dalam penelitiannya menyatakan: “.... Pembentukan Dewan New Guinea
dilakukan dengan persiapan yang cermat dengan tujuan agar badan politik ini
memiliki tingkat keterwakilan sebaik mungkin. Penetapan bendera dan lagu
berlangsung lebih cepat. Inisiatifnya sepenuhnya berasal dari pihak orang-orang
Papua, tetapi kemudian diterima oleh penguasa Belanda. Dan secara mengejutkan,
bendera dengan lagu itu disahkan dalam suatu ordinary (undang-undang).
Pengibaran bendera pertama kali dilakukan pada 1 Desember 1961 yang disambut
dengan sukacita dimana-mana. Orang-orang Papua di bagian Barat New Guinea ini
sekarang memiliki simbol identitas mereka sendiri yang diterima secara meluas.
Tidak saja Papua yang memiliki pemahaman seperti itu, tetapi juga Jakarta”.
Menyikapi Pengibaran Bendera dan Deklarasi
kemerdekaan bangsa Papua Barat dengan reaksi Soekarno pada tanggal 19 Desember
1961 mengeluarkan Tiga Komando Rakyat (TRIKORA). Isi TRIKORA tersebut adalah:
1. Gagalkan pembentukan Negara Boneka Papua buatan
kolonial Belanda
2. Kibarkan Merah Putih di Irian Barat
3. Bersiaplah Mobilisasi Umum guna mempertahankan Kesatuan tanah air dan negara
2. Kibarkan Merah Putih di Irian Barat
3. Bersiaplah Mobilisasi Umum guna mempertahankan Kesatuan tanah air dan negara
Melihat berbagai konflik yang terus terjadi di
Papua, pimpinan Gereja-gereja menyatakan keprihatinannya atas pembantaian yang
terus dilakukan pihak keamanan Indonesia terhadap Penduduk Asli Papua. Pimpinan
gereja menyatakan bahwa Kekerasan yang terus terjadi terkait bangkitnya
Nasionalisme Papua (Pemerintah Menyebutkannya sebagai ‘separatis’). Kami
pimpinan gereja gereja di Papua memandang lahirnya ‘Bayi Nasionalisme’
(separatisme) Papua ini sebagai hasil ‘perkawinan Paksa’ Jakarta-Papua yang
proses sejarahnya tercatat sebagai berikut:
1. 19 Desember 1961, Soekarno secara sepihak menguburkan embrio satu negara Papua Barat yang ditetapkan pada 1 Desember 1961 dengan mengumandangkan Trikora; sekaligus menyingkirkan komite Nasional Papua yang telah mempersiapkan terbentuknya negara Papua dengan menetapkan simbol-simbol negara Yaitu, (a). Bendera kebangsaan Papua,Bintang Kejora (b) Lagu kebangsaan Papua, Hai Tanahku Papua (c) Lambang Negara adalah Burung Mambruk.
2. 15 Agustus 1962, Indonesia dan Belanda (tanpa keterlibatan wakil rakyat Papua) menandatangani perjanjian New York;
3. 1 Oktober 1962, pemerintah Belanda menyerahkan Administrasi pemerintahan kepada UNTEA;
4. 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan administrasi pemerintahan ke Indonesia tanpa keterlibatan rakyat Papua; (Papua belum menjadi bagian dalam wilayah Indonesia sebelum pelaksanaan PEPERA)
5. Juli-Agustus 1969, pemerintah Indonesia merekayasa PEPERA ( Act of free Choice menjadi Act of no choice. Menggunakan sistem Indonesia yaitu sistem Musyawarah ( 1 mewakili 1000 0rang). Pelaksanaan PEPERA tidak sesuai dengan isi perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang disetujui oleh PBB, Amerika, Belanda dan Indonesia yakni Pepera dilaksanakan sesuai dengan sistem dan mekanisme Internasional, yaitu One Men One Vote (satu orang satu suara) tetapi itu benar-benar diabaikan bahkan dihancurkan oleh pemerintah Indonesia melalui kekuatan militernya.
1. 19 Desember 1961, Soekarno secara sepihak menguburkan embrio satu negara Papua Barat yang ditetapkan pada 1 Desember 1961 dengan mengumandangkan Trikora; sekaligus menyingkirkan komite Nasional Papua yang telah mempersiapkan terbentuknya negara Papua dengan menetapkan simbol-simbol negara Yaitu, (a). Bendera kebangsaan Papua,Bintang Kejora (b) Lagu kebangsaan Papua, Hai Tanahku Papua (c) Lambang Negara adalah Burung Mambruk.
2. 15 Agustus 1962, Indonesia dan Belanda (tanpa keterlibatan wakil rakyat Papua) menandatangani perjanjian New York;
3. 1 Oktober 1962, pemerintah Belanda menyerahkan Administrasi pemerintahan kepada UNTEA;
4. 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan administrasi pemerintahan ke Indonesia tanpa keterlibatan rakyat Papua; (Papua belum menjadi bagian dalam wilayah Indonesia sebelum pelaksanaan PEPERA)
5. Juli-Agustus 1969, pemerintah Indonesia merekayasa PEPERA ( Act of free Choice menjadi Act of no choice. Menggunakan sistem Indonesia yaitu sistem Musyawarah ( 1 mewakili 1000 0rang). Pelaksanaan PEPERA tidak sesuai dengan isi perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang disetujui oleh PBB, Amerika, Belanda dan Indonesia yakni Pepera dilaksanakan sesuai dengan sistem dan mekanisme Internasional, yaitu One Men One Vote (satu orang satu suara) tetapi itu benar-benar diabaikan bahkan dihancurkan oleh pemerintah Indonesia melalui kekuatan militernya.
Kami menilai peristiwa-peristiwa sejarah yang tidak
melibatkan rakyat Papua ini sebagai akar masalah Papua (kekerasan:historis)
yang melandasi konflik di Tanah Papua yang terus terjadi sampai dewasa ini.
“Penjelasan orang-orang Indonesia atas pemberontakan Rakyat Papua sangat tidak dipercaya. Sesuai dengan penjelasan resmi, alasan pokok pembrontakan Rakyat Papua yang dilaporkan administrasi lokal sangat memalukan. Karena, tanpa ragu-ragu penduduk Irian Barat dengan pasti memegang teguh berkeinginan merdeka” kata Dr. Fernando Ortiz Sanz perwakilan PBB yang mengawasi pelaksanaan PEPERA 1969 (Sumber: Laporan Resmi Hasil PEPERA 1969 dalam Sidang Umum PBB, Paragraf 164, 260)
“Penjelasan orang-orang Indonesia atas pemberontakan Rakyat Papua sangat tidak dipercaya. Sesuai dengan penjelasan resmi, alasan pokok pembrontakan Rakyat Papua yang dilaporkan administrasi lokal sangat memalukan. Karena, tanpa ragu-ragu penduduk Irian Barat dengan pasti memegang teguh berkeinginan merdeka” kata Dr. Fernando Ortiz Sanz perwakilan PBB yang mengawasi pelaksanaan PEPERA 1969 (Sumber: Laporan Resmi Hasil PEPERA 1969 dalam Sidang Umum PBB, Paragraf 164, 260)
Apa yang dikatakan oleh Ortiz Sanz, itulah cara
berpikir Pemerintah Indonesia (orang-orang Indonesia) sejak dulu hingga
sekarang. Pernyataan yang baru disampaikan oleh Wakil Presiden (Wapres) RI
Yusuf Kalla (JK) beberapa hari lalu tepatnya Jumat (10/06/2016 di Kantor
Wapres, JK mengatakan apa yang disebut Negeri Kangguru sebagai pelanggaran HAM
sebenarnya adalah penegakan hukum. JK mencontohkan, jika ada warga yang
menyerang kantor polisi atau menyulut konflik, maka aparat wajib melakukan
tindakan dan memproses hukum pihak-pihak yang bersangkutan.
"Otomatis itu bukan pelanggaran HAM, itulah
penegakan hukum," kata JK, Seperti dimuat di Antaranews.com. Secara tidak langsung Wapres ‘membenarkan’
bahwa kekerasan dan pembantaian terhadap orang asli Papua yang dilakukan
pemerintah Indonesia adalah untuk penegakan Hukum.
Persoalan kekerasan yang menimbulkan kejahatan
kemanusiaan, yang berakibat pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap
penduduk asli Papua bersumber dari status politik dan sejarah diintegrasikannya
Papua ke dalam Wilayah Indonesia.
Sejak tahun 1960-an setiap orang Papua yang berbeda pandangan dengan Indonesia dibantai seperti hewan oleh pemerintah Indonesia dengan kekuatan aparat keamanan. Pendekatan kekerasan dan kejahatan negara Indonesia dengan kekuatan militernya digunakan untuk melegitimasi keberadaan penduduk Indonesia di Tanah Papua karena rakyat Papua tidak mendukung dan juga tidak memberikan legitimasi keberadaan pemerintah Indonesia di Papua.
Sejak tahun 1960-an setiap orang Papua yang berbeda pandangan dengan Indonesia dibantai seperti hewan oleh pemerintah Indonesia dengan kekuatan aparat keamanan. Pendekatan kekerasan dan kejahatan negara Indonesia dengan kekuatan militernya digunakan untuk melegitimasi keberadaan penduduk Indonesia di Tanah Papua karena rakyat Papua tidak mendukung dan juga tidak memberikan legitimasi keberadaan pemerintah Indonesia di Papua.
“ Bukti historis dan kontenporer dari laporan hasil
hasil studi tersebut menyatakan pemerintah Indonesia telah menerapkan hukum
genoside di West Papua. Dengan tujuan menghancurkan orang orang asli Papua.
Kajian kajian ilmiah itu meyakinkan indikasi kuat bahwa pemerintah Indonesia
sedang melakukan pemusnahan yang sistematis dan berencana terhadap orang orang
Papua Barat melalui penindasan dan tindakan kekerasan. Tindakan genoside
tersebut, didasarkan pada pandangan rasisme” tulis A.Ibrahim Peyon, Dalam buku
“Kolonialisme dan Cahaya Dekolonisasi di Papua Barat” setelah membaca hasil
laporan Yale University dan Sydney University tentang pemusnahan etnis
(genoside) di Papua.
Penulis : Brahm Seseray
Catatan : Diambil dari berbagai sumber
1 Komentar untuk "1 DESEMBER 1961 PENDEKLARASIAN KEMERDEKAAN BANGSA PAPUA."
Trimakasih ini benar fakta sejarah kemerdekaan bangsa papua yang ditindas oleh negara kolonilal