Foto korban pembunuhan oleh TNI AD terhadap petani dilumajang (Doc LBH Jakarta) |
Salam Juang-Jakarta. Seharusnya dapat dicegah: Pemerintah Daerah dan Kepolisian setempat lambat
bergerak, LBH Jakarta mengutuk peristiwa penganiayaan dan pembunuhan terhadap dua
orang petani warga Desa Selok Awar-Awar, Lumajang. Korban pembunuhan bernama
Samsul alias Kancil (52) dan korban penganiayaan bernama Tosan (51). Mereka
dibunuh dan dianiaya di depan Balai Desa karena, pada 9 September 2015 lalu,
terlibat menggelar aksi damai untuk menolak proyek penambangan pasir di sekitar
wilayah Pantai Watu Pecak, Lumajang. Proyek penambangan pasir tersebut – selain
merusak jalan desa akibat tingginya aktivitas penambangan – akan mengakibatkan
abrasi yang berdampak signifikan terhadap kerusakan lingkungan.
LBH Jakarta menilai bahwa peristiwa yang menimpa kedua orang korban
merupakan pelanggaran HAM serius dan negara harus turut bertanggungjawab atas
terjadinya peristiwa tersebut.
“Kami menyayangkan lambatnya antisipasi dari pihak pemerintah daerah dan
terutama kepolisian. Tragedi yang menimpa Samsul dan Tosan seharusnya dapat
dicegah apabila pemerintah dan kepolisian setempat lebih cepat bergerak dalam
mendeteksi konflik di wilayah tersebut. Apalagi, penolakan warga setempat
terhadap proyek penambangan pasir di wilayah pesisir mengindikasikan adanya
potensi penyelewengan izin yang dapat berakibat pada terjadinya kerusakan
lingkungan,”ujar Alghiffari Aqsa, Direktur LBH Jakarta, saat ditemui di
kantornya di Jl. Diponegoro No. 74, Menteng, Jakarta Pusat.
“Selain mendorong pemerintah dan kepolisian setempat untuk segera mengusut
peristiwa ini, kami juga berharap Komnas HAM dapat melakukan investigasi
menyeluruh terkait pelanggaran hak-hak warga di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang.
Potensi pelanggaran hak tersebut, antara lain: hak untuk hidup, hak atas rasa
aman, hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, dan hak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat,”tambah Alldo Fellix Januardy, pengacara publik LBH
Jakarta.
Peristiwa kekerasan dan pembunuhan warga dan aktivis lingkungan akibat
memprotes pembangunan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan bukan pertama
kalinya terjadi. Tercatat, selama 5 tahun terakhir, terdapat beberapa kasus
kekerasan yang terjadi, antara lain bentrokan warga Kebumen dengan prajurit TNI
AD akibat proyek bisnis pasir (2011), konflik agraria di Bima, Nusa Tenggara
Barat (2012), kekerasan terhadap warga penolak pembangunan PLTU Batang (2013),
kekerasan oleh Polres Tumbak Manggarai dan TNI di Nusa Tenggara Timur terhadap
warga yang menolak pembangunan tambang (2014), sampai peristiwa yang menimpa
Samsul dan Tosan di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, hari ini.
Atas tragedi yang menimpa Samsul dan Tosan, LBH Jakarta menyatakan duka yang
mendalam dan menyerukan sikap:
1. Mengutuk peristiwa pembunuhan dan penganiayaan yang terjadi terhadap dua
orang warga Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, yaitu Samsul alias Kancil dan
Tosan;
2. Mendesak Pemerintah Kabupaten Lumajang dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
untuk menghentikan seluruh kegiatan penambangan pasir di pesisir Pantai Watu
Pecak, Desa Selok Awar-Awar, Lumajang;
3. Mendesak Polres Lumajang dan Polda Jawa Timur untuk segera menindak dan
memproses hukum seluruh pelaku yang terlibat dalam peristiwa penganiayaan dan
pembunuhan;
4. Mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk segera melakukan
investigasi menyeluruh terkait pelanggaran hak warga di Desa Selok Awar-Awar,
Lumajang;
5. Mendukung perjuangan warga Desa Selok Awar-Awar untuk tetap berjuang menolak
proyek penambangan pasir yang merusak lingkungan di wilayahnya.
Narahubung:
1. Alghiffari Aqsa (081280666410)
2. Alldo Fellix Januardy (087878499399) (LBH/SL)
0 Komentar untuk "LBH Jakarta Kecam Pembunuhan Petani di Lumajang"